
![]() |
Komisioner KPU Kepulauan Selayar, Mansyur Sihadji lakukan konversi pers usai gagal menjeguk adiknya Alwan Sihadji (Kades Bonea) di Rutan Kelas 2 Selayar. |
Realitynews.web.id | SELAYAR – Penegakan hukum oleh Kejaksaan Negeri Selayar kembali menuai sorotan. Mansur Sihadji, kakak kandung Kepala Desa Bonea, Kecamatan Pasimarannu, Alwan Sihadji, menyuarakan ketidakpuasannya terhadap langkah hukum yang diambil terhadap adiknya yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Dana Desa. Ia menilai ada indikasi tebang pilih dalam proses hukum yang dilakukan kejaksaan.
Dalam jumpa pers yang digelar usai berusaha menjenguk adiknya di Rutan Kelas II B Selayar pada Sabtu (08/02), Mansur mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses yang dijalankan kejaksaan. “Saya baru tiba dari Jakarta, langsung ke rutan, tapi ternyata adik saya belum bisa dijenguk. Saat ini saya masih menjalin komunikasi dengan Pak Kajari dan beberapa rekan di kejaksaan. Kami sedang mempertimbangkan opsi hukum, termasuk kemungkinan mengajukan pra peradilan,” ungkapnya.
Mansur tidak mempersoalkan penetapan tersangka terhadap adiknya jika memang sudah sesuai hukum. Namun, ia mempertanyakan mengapa adiknya tetap ditahan meskipun telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 357.722.613. Ia juga menyoroti bahwa audit yang digunakan kejaksaan berasal dari auditor eksternal yang legalitasnya belum jelas.
"Adik saya sangat kooperatif selama proses hukum, termasuk mengembalikan kerugian negara. Namun, kejaksaan justru menganggap uang tersebut sebagai barang bukti, padahal itu adalah uang pribadi saya yang dipinjam adik saya demi memenuhi kewajiban mengembalikan kerugian negara," tegas Mansur.
Mansur juga menyinggung adanya ketidakadilan dalam perlakuan hukum terhadap kasus serupa di Selayar. Ia membandingkan dengan kasus dugaan korupsi di Kelurahan Bonto Bangun yang diselesaikan dengan mekanisme *restorative justice* setelah pengembalian keuangan negara. Sementara itu, adiknya tetap dijadikan tersangka meski telah melakukan hal yang sama.
Lebih lanjut, Mansur menyoroti bahwa adiknya terlambat mengembalikan kerugian negara karena belum ada hasil audit dari Inspektorat, BPKP, atau BPK. Namun, kejaksaan justru menggunakan audit dari pihak eksternal yang legalitasnya masih dipertanyakan.
"Niat banget mentersangkakan adik saya, sementara ada kepala desa lain yang jelas-jelas sudah ada LHP Inspektoratnya, tapi belum diproses sama sekali," kritiknya.
Mansur berharap kejaksaan dapat menerapkan standar hukum yang adil dan konsisten, bukan hanya menyasar kasus tertentu sementara kasus lain yang lebih jelas justru diabaikan. (*)