Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pemilu Serentak 2024: Tantangan Money Politics dalam Menjaga Demokrasi

Kamis, Agustus 22, 2024 | 13.40 WIB Last Updated 2024-08-22T05:41:06Z

 

Dr. Septa Candra, SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (Photo: Istimewa) 

Realitynews.web.id -- Pemilu Serentak 2024 semakin dekat, tinggal 269 hari lagi menuju pemungutan suara pada 27 November 2024. Setiap pemilih akan menggunakan hak suaranya untuk menentukan pemimpin masa depan. Namun, perjalanan menuju pemilu ini masih dibayangi oleh berbagai isu pelanggaran krusial, seperti masalah netralitas, daftar pemilih tetap, dan praktik politik uang (money politics).


Hal tersebut telah diulas oleh seorang Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Septa Candra, SH, MH dalam tulisannya yang dimuat di media republika.co.id dan umj.ac.id, menyebutkan bahwa money politics menjadi bagian dari skandal korupsi pemilu yang signifikan, bersanding dengan isu pelanggaran lainnya.


Praktik ini sering kali dianggap sebatas beli suara (vote buying), tetapi cakupannya lebih luas. Pengaruh uang tidak hanya terbatas pada tahapan kampanye atau pemungutan suara, tetapi bisa terjadi di setiap tahap pemilu, menguntungkan atau merugikan pihak tertentu.


Dalam konteks pemilu, money politics tidak hanya melibatkan hubungan antara partai politik atau kandidat dengan pemilih. Praktik ini juga muncul dalam interaksi antara partai politik, kandidat, penyelenggara pemilu (seperti KPU dan pengawas pemilu), dan pemilih. Pelanggaran ini mengancam integritas demokrasi dan dapat merusak kehendak rakyat dalam menentukan pilihannya.


Sayangnya, praktik money politics kerap dilakukan secara merata oleh peserta pemilu dan partai politik, terutama oleh incumbent yang memanfaatkan fasilitas yang mereka miliki untuk melakukannya secara terstruktur, sistematis, dan masif.


Praktik money politics ini tidak hanya mencederai proses demokratisasi, tetapi juga merusak sistem politik, menodai keadilan proses politik, dan bahkan bisa menginvalkan hasil pemilu. Indonesia, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, perlu menjaga integritas pemilu agar mencerminkan nilai-nilai moral, etika, dan kejujuran yang dianut masyarakat.


Jika praktik money politics terus berlanjut, pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi rakyat bisa berubah menjadi cerminan dari demokrasi elit, di mana massa pemilih dimobilisasi bukan berdasarkan kesadaran, tetapi karena pengaruh uang. Akibatnya, para elite yang berperan sebagai broker politik akan menikmati kekuasaan yang tidak sah, hanya karena mereka memiliki akses langsung ke sumber daya pada saat pemilu. Relasi ini menjadi sangat penting untuk diamati pasca pemilu, terutama ketika kekuasaan yang diperoleh diubah menjadi kebijakan publik. (*)


×
Berita Terbaru Update